Pages

October 9, 2014

Si Tanah Basah dan Pohon Berkayu

Si tanah basah sedang mengumpulkan keping-keping tubuhnya. Tubuhnya berserakan terbawa air. Hanyut. Dia tidak kuat menahan derasnya.

Dahulu ada pohon yang menemaninya. Pohon mungkin tidak tahu kalau tanpa dia tanah akan berceceran. Dahulu tanah tidak basah. Dia lembab. Lembab yang pas untuk membuat pohon tumbuh dan berkayu. Sayang, mungkin tanah ini sekarang sedang terlalu basah sehingga dia membuat kayu berjamur. Lapuk, lembab. Nutrisinya sedang parah sehingga pohon pun tidak bisa tumbuh. Ya. Harusnya dia bisa bernutrisi, bergizi. Memberi makanan untuk pohon supaya kayunya kuat. Bagaimana kayu kuat kalau tanahnya sudah mau longsor. Dia pasti pergi. Mencari tanah lain yang lebih seimbang gizinya. Yang tetap kuat menopang dan tidak membiarkan air mengalir terlalu deras sehingga jadi erosi. Atau mungkin tanah bisa menyalahkan kayu? Kenapa dia pergi. Coba kalau dia ada. Air bisa tertahan dan tanah pun tidak akan terlalu basah. Bukankah pada akhirnya mereka sama-sama membutuhkan? Lalu bagaimana tanah dapat bertahan kalau pohon berkayu itu pergi? Dia hanya bisa pasrah membiarkan air menyapunya. Membuatnya rontok dan membawanya ke antah berantah.

Jadi inilah dia. Si tanah basah yang sedang terpekur karena dirinya terserak. Berusaha mengumpulkan satu-satu bagiannya dan membuatnya menjadi padat kembali. Usaha yang sulit ditengah gempuran air yang selalu ingin menyerak, menghanyutkan. Berharap suatu hari pohon kayu kembali membantu mencegah air menyeraknya lagi. Sementara itu... si tanah basah masih tetap mengumpulkan pecahan dirinya satu satu sambil berharap pecahannya tidak ada yang terhilang. Tanah basah tau, untuk jadi utuh dia hanya perlu mengumpulkan bagian dirinya.

Kamu Ada

Sudah 3 tahun, tapi pelukmu masih seperti candu.
Ingin selalu didekap, saat sadar maupun terlelap.
Seperti ulat diselimuti kepompong hangat.
Terasa aman... nyaman.
Menghirup aroma mu yang hidup.
Bukan wangi... tidak juga bau... tapi hidup.
Aroma yang hidup.
Seperti berkata "Hai sayang, kamu tidak sendiri. Ada aku yang menemani" sambil tersenyum... hangat.
Bagiku... itu cinta.
Saat rasanya selalu terbawa.
Kala sadar atau terlelap, saat bersama atau berjarak.
Kamu selalu 'ada'.