Pages

August 27, 2012

Burger Bakar Ijo

Last Saturday, while me and my boyfriend were looking for something to eat, I was intrigued by a sign "Burger Bakar Ijo" at Jl. Ir. H. Juanda. Few days before, my friend told me that she heard about how delicious Burger Ijo is. Assuming it was the same burger, I stop and sit in Burger Bakar Ijo. Now, I think Burger Bakar Ijo and Burger Ijo are not the same.

Far from the level of deliciousness that I expected, this Burger Bakar Ijo was not that good. It was not bad, but I don't think I will come again there.

The bun taste like ordinary Bandung style 'roti bakar' and the meat wasn't burger at all. They put grated cheddar cheese in it that made us wondering, why don't they put cheddar slices instead.

So, after having not so delicious meal, I browse and found out that maybe there is another Burger Ijo, the one that my friend talked about. That Burger Ijo should be my next target ;)

PS: all opinions in this blog are subjective ;)

Bergelantungan di Yogyakarta (Day 3)

Tanggal 5, hari terakhir di Yogyakarta. Somehow akhirnya saya dan Vina dapat me-manage mengunjungi tempat-tempat yang ingin dikunjungi.

Setelah pagi hari dihabiskan untuk hunting batik lagi, siangnya kami pergi ke Ullen Sentalu. Ullen Sentalu merupakan museum budaya dan seni Jawa yang dikelola swasta di daerah Kaliurang. Kebanyakan koleksinya menceritakan sejarah dan budaya dari kasultanan Yogyakarta dan Surakarta beserta keluarga kerajaan. Karena lokasinya yang seperti bunker, suhu di dalam museum ini sejuk sekali. Lingkungan sekitarnya juga rimbun dan sejuk. Walau di dalam museum tidak bisa foto-foto, daerah taman dan halamannya yang asri tidak kalah cantik untuk dinikmati dan dijadikan spot foto. Biaya masuk untuk turis domestik Rp 25.000,- dan untuk turis asing Rp 50.000,-.

Dari Ullen Sentalu kami menuju Ambarrukmo Plaza lagi karena akhirnya Bien ada waktu bertemu saya dan Vina. Nah, baru waktu itu kami mengetahui apa yang dibuat Bien di tempat kerjanya. Ternyata dekor-dekor seputar AmPlaz itu, Bien lah yang merancangnya.

Dua foto di atas merupakan salah dua spot yang didekor Bien menyambut Idul Fitri. Bagus kan! :D

Satu tempat terakhir yang Vina dan saya kunjungi sebelum pulang ke Bandung adalah The House of Raminten, kafe di Jl. FM Noto No.2. Sudah lama denger soal kafe ini dari teman-teman lainnya dan sewaktu sampai disana saya pun langsung tertawa senang. Makanannya murah meriah, tempatnya lumayan padat tapi cukup asik buat nongkrong dan mas-mas-nya sengaja didandani kece. Hahaha. Jujur oke banget perpaduan kemeja dan rompi waiter cowo atau bolero waiter cewe dengan kain batik yang mereka kenakan. Kepikiran aja ya. Sangking ramenya biasanya kalau kesini katanya sih waiting list. Untungnya kemarin kami hanya menunggu sebentar untuk dapat tempat duduk. Layak dikunjungi lagi kalau ke Yogyakarta ;)

Sekian kisah hangout 3 hari di Yogyakarta :D

Bergelantungan di Yogyakarta (Day 2)

Bergelantungan di Kalimilk sampai malam punya konsekuensi tersendiri...yaitu: malas bangun. Yak! Saya yang biasa rajin bangun pagi ya... (uhuk) hari itu leyeh-leyeh saja di kamar. Reni yang kuliah seharian di hari Sabtu dengan hatinya yang baik merelakan mobil kami pakai berkeliling Yogya dan sekitarnya.

Matahari semakin meninggi sementara kami menunggu 2 orang tambahan pasukan sewaan Vina untuk ikut bertualang ke Gua Pindul, Bejiharjo. Sang pasukan Ajoy dan Faik pun datang. Sementara Faik menjemput seorang lagi yang bernama Hendi, Vina memaksa Ajoy yang terlihat lapar untuk makan siang bersama kami di Jejamuran.

Jejamuran adalah restoran dengan spesialisasi menu yang mengetengahkan jamur sebagai bahan utamanya. Setelah browsing alamatnya, akhirnya yang paling bagus yang saya temukan adalah Jl. Niron, Padowaharjo, Sleman, Yogyakarta. Nomer telepon (0274) 868170. Eh alamat dan nomer telepon ini dari website lain ya. Hehehe. Yang pasti sih ikuti aja jalan ke arah Magelang. Nanti ada plang-nya yang mengarah untuk belok ke sebelah kanan.

Cukup sumringah lihat menunya yang penuh jamur. Tenang, ga ada roti jamuran kok. Semuanya jamur layak makan yang segar dan diolah enak. Kami pun memesan sate jamur, jamur pedas bla bla (lupa namanya), dan omlete jamur berbentuk telur dadar itu. Yang putih itu nasi asli dan yang satu lagi asli telur asin juga. Bukan dari jamur maksudnya. Buat saya rasanya enak. Bumbu yang ada tidak menutupi rasa jamurnya. Pas. Kalau ke Yogyakarta dan ada kendaraan pribadi, cobain kesini deh.

Dari Jejamuran kami langsung menuju Wonosari, ke Gunung Pindul tepatnya. Provider yang kami gunakan bisa dikontak lewat twitter @goapindul_GK




Kami mengambil paket Cave Tubing Pindul (Rp 30.000,-) dan Oyo River Tubing (Rp 45.000). Biaya tersebut termasuk pemandu dan peralatannya. Masing-masing paket menghabiskan waktu sekitar 1-1,5 jam. Saat caving dan river tubing tersebut, ada beberapa spot yang bisa dipakai untuk loncat ke sungai. Sempet loh saya loncat dari 9m. Sayang fotonya di kamera teman yang baru dikenal yang belum sempat tukeran email. Namanya Albert anak Atma Jaya 2010 yg dateng bareng pacarnya Rica. Tolong ya yang mengetahui keberadaan Albert kabari kami. Hiks.

Dari goa Pindul kami pulang ke Yogya dan sudah ditunggu Reni untuk makan malam di restoran Pattaya khas Thailand. Alamatnya di Jl. Damai No. 41. Enak loh makanannya disini. Buat lidah saya sih pas walau ga tau buat orang Thailandnya sendiri segitu pas atau tidak. Hehe.


Setelah makan, pulang sebentar berganti baju, kami lanjutkan bergelantungan menutup hari ke Kaliurang. Seperti Lembang. Di kala yang lain memesan mie kuah instant di tengah udara dingin, saya sok sehat mesan telur setengah matang. Hahahaha. Ga terlalu suka sih waktu nongkrong di Kaliurang ini. Lebih karena pengunjung lainnya yang annoying. Kalau sepi sih ya standar lah ya buat nongkrong. Seperti di Cikole, Lembang. Nampak akan asik aja ;)

August 22, 2012

Bergelantungan di Yogyakarta (Day 1)

Okay...tentunya bukan sebenar-benarnya bergelantungan. Maksudnya hang out gitu...ihik...maaf ya lagi garing.

So, awal bulan ini, tepatnya tanggal 3-5 Agustus, akhirnya saya berkesempatan mengunjungi Yogyakarta lagi. Somehow memang suka kangen juga sama kota yang satu ini. Yogyakarta tuh buat saya seperti Paris (eaaa) ngangenin... (eaaa lagi). Yah...tentu saja lebih ngangenin Paris secara Bandung kan Parijs van Java (eaaa lagi).

Dengan berkereta bisnis dari Bandung, saya pun tiba di Yogyakarta sekitar jam 4 pagi. Hampir aja kelewatan secara keretanya berakhir di Solo/Surakarta dan saya lagi terlelap waktu mau sampai Yogyakarta. Rencananya sih nanti saya bakal dijemput seorang kawan, Bientoro, yang jadi salah satu alasan saya dan jeng Vina (panggil saja begitu...mungkin bukan nama sebenarnya) bertandang ke Yogya. Tapi karena si kawan ini sibuk sekali, alhasil saya baru dihampirinya lewat jam 5 pagi.

Setelah berkumpul bersama jeng Vina yang dijemput oleh jeng Reni, kami pun menuju kediaman jeng Reni yang kebetulan sedang menerima tamu bernama Fernando. Cowo Costa Rica yg tampangnya lumayan karena bagian-bagian wajahnya cukup proporsional. Sepagian itu kami leyeh-leyeh di tempat Reni dan baru keluar ketika akan makan siang.

Dengan mengharapkan bisa bertemu Bien siang itu, akhirnya Vina dan saya mengajak Reni dan Fernando untuk makan di Ambarukmo Plaza. Pilihan akhirnya jatuh ke House of Balcony sesuai rekomendasi Vina yang konon harganya mahal untuk ukuran Yogyakarta dan...memang! *sigh* Tapi karena harganya masih boleh lah untuk saya, jadi ya sudah lah ya.

Pilihan untuk makan siang pertama ini jatuh kepada tengkleng, setelah pelayannya berjanji bahwa yang akan dihidangkan tidak termasuk kepala dan mata kambing seperti tengkleng terakhir yang dihidangkan untuk saya di Solo tahun lalu. Taaa daaa! Ini dia!

Segarnya makan tengkleng itu di siang hari. Dan senangnya lagi udara Yogyakarta ketika saya disana sedang adem...ga terlalu panas. Bahkan tidur pun jadi bisa berselimut. Ihik...

Setelah makan dan kemungkinan bertemu Bien rada nihil karena si bapak sedang sibuk, maka Vina dan saya bergerak menuju Malioboro. Tepatnya ke pasar Beringharjo untuk berburu batik. Cukup menyeberang dari Amplaz, bayar 3000 rupiah untuk tiket TransYogya, lalu duduk manis beberapa lama, kami berdua pun sampai di Beringharjo. Herannya, saya belum pernah sesenang ini berburu batik. Biasanya batik bukan pilihan barang buruan saya kalau ke Yogya.

Dari Beringharjo dan Mirota kami pun menyelusuri Malioboro ke arah Stasiun Tugu. Di dekat Ibis kami berhenti sebentar untuk makan di Artemy Italian Gelato yang konon paling enak di Yogya (karena mungkin ga ada tempat gelato lain :D). Tapi suer...emang enak!! Apalagi sambil makan cheese stick panas dicocol ke gelatonya.

Jeng Reni pun menjemput untuk makan malam di Iga Bakar Sapi Bali di Jl. Umbul Permai. Ini kedua kalinya saya ke sana. Setahun yang lalu bagian belakang restoran masih berupa tanah berumput dan tidak dipakai. Tapi kali ini tempatnya diperluas ke daerah tanah sebelumnya itu dan disemen tentunya. Wajar, soalnya beken banget tempat ini dan banyak banget yang datang ke sana. Karena makin luas, tentunya jadi makin nyaman. Kami ketambahan 1 teman lagi, Thomas, teman kuliah Fernando dari Jerman. Iga bakar madu jadi pilihan saya karena saya lebih suka yang tidak pedas. Sedangkan teman-teman yang lain ada juga yang memesan iga bakar bali-nya.

Puas banget makan di sana!! Potongan iga-nya besar, empuk, dan enaaaakkkkkk. Bahkan ketika menulis ini sambil mengingatnya pun...air liur tak urung bercucuran... *slurp* Sayangnya si iga bakar madu ini tidak dikasih tambahan kuah yang disertakan kalau memesan iga bakar bali. Padahal kuahnya juga enak!! Pedas-pedas segar. Enak banget lah buat saya.

Makan malam di Iga Bakar Sapi Bali bukan jadi tempat bergelantungan terakhir. Dari sana Reni membawa kami ke Kalimilk. Tempat minum susu dengan pilihan susu yang berbagai macam, baik panas maupun dingin. Katanya sih yang paling laku tuh susu durennya (dingin). Karena lagi pengen yang panas, saya pesan susu oat. Ternyata pilihan susu dinginnya ga dingin-dingin banget, karena ga dikasih es lagi. Dinginnya cukup nyaman untuk diminum malam. Dan susu durennya memang enak banget. Walau begitu, sepertinya sih semua rasa-rasa ini essence semata, atau sirup, bukan dari duren atau oat asli. Range harganya cukup terjangkau. Dari sekitar 5,000 sampai 20,000 rupiah tergantung rasa dan ukuran. Ukurannya ada yang kecil dan G....gajah...wkwkwk


Lucunya...(bisa dikatakan unik juga)...si peminum susu disana disebut nenen-ers. Tau dong 'nenen' tuh ngapain. Buat yang ga tau yah silahkan cari tahu ya. Sampai-sampai buat pembatas area smoking aja pakai si #neneners ini... hihihihi.


 Yak! Sekian cerita bergelantungan di Yogyakarta hari pertama. Hari setelahnya lebih seru lagi loh ;)