Pages

October 1, 2020

Journal 01 - Yang Menjadi Candu

Saat membaca pertanyaan mengenai apa yang akan saya lakukan jika uang tidak menjadi masalah, pikiran saya langsung melayang ke waktu-waktu yang saya habiskan untuk mengorganisir acara, menjadi koordinator lapangan. Dari sekian banyak hal yang saya sukai dan nikmati saat melakukannya, menjadi seorang yang memastikan acara berjalan dengan lancar adalah hal yang paling memuaskan.

Bermula dari terlalu aktif beraktivitas di suatu unit kegiatan mahasiswa dan memperlakukan kuliah layaknya ekskul saja; mengorganisir, mengkoordinasi, mengatur, menjadi obsesi saya. Dalam sepanjang perjalanan itu ada kalanya saya terlalu serius, ada kalanya masa bodoh. Ada kalanya ingin tahu dan terus bertanya, ada kalanya keras kepala dan sombong.

Selepas kuliah saya dan teman-teman menginisiasi proyek pertama idealis yang kemudian kandas tak berjejak. Proyek lainnya datang dan membuahkan profit pertama kami. Kebutuhan mendapatkan penghasilan yang baik akhirnya membuat kami bekerja di berbagai perusahaan dan menghibernasikan event organizer ini. Tapi tidak membuat saya kehilangan kesempatan untuk turut berpartisipasi menjadi panitia di berbagai acara.

Semua saya lakoni... reuni, peluncuran buku, seminar, pelatihan, konferensi, bahkan saat kemudian bekerja di perusahaan dan institusi lain, mengorganisir acara sering menjadi menu pekerjaan saya.

Ada candu yang membuat saya terus ingin terjaga... mengawasi alur manusia saat acara, mengamati raut wajah mereka, memastikan setiap hal muncul di waktu yang tepat. Meletupkan rasa puas saat kemunculannya mengubah raut wajah-wajah yang mengamati. Ada candu yang membuat saya ingin terus mencoba membuat aliran yang lebih baik, menghilangkan kerikil-kerikil yang mungkin menyumbat, melancarkan perjumpaan, meninggalkan kesan.

Tidak hanya saat mengorganisir acara, hal ini juga yang saya bawa saat mengajar. Memastikan sesi berjalan dengan lancar, memberi pengalaman, dan meninggalkan kesan.

Jika uang tidak jadi masalah, saya ingin pecicilan mengorganisir ini dan itu.

August 9, 2020

Anakku (2)

 Anakku bertubuh kecil tapi pikirannya dewasa.

Enam bulan ini pikiranku berkecamuk mengenai hamil anak ke-2. Sanggupkah aku dan badanku di usia ini untuk hamil, melahirkan, dan melewati semua kerepotan mengurus bayi. Entah kenapa semua sirna saat melihatnya membuka tutup loker dengan hati-hati dan penuh rasa ingin tahu.

Aku tahu dia akan membantuku nanti merawat adiknya. Dia akan menjadi abang yang baik.

Anakku (1)

Anakku bertubuh kecil, tapi pikirannya dewasa.

Siang tadi kami akan tidur bertiga. Aku sedang kesal dengan ayahnya. Dia ambil tanganku, dia ambil tangan ayahnya. Kedua tangan dia satukan sambil berceletuk... celetuk yang hanya dimengerti olehnya. Kesalku pun mereda.

Anakku bermain lalu tidur. Aku kembali kesal pada ayahnya.

October 9, 2014

Si Tanah Basah dan Pohon Berkayu

Si tanah basah sedang mengumpulkan keping-keping tubuhnya. Tubuhnya berserakan terbawa air. Hanyut. Dia tidak kuat menahan derasnya.

Dahulu ada pohon yang menemaninya. Pohon mungkin tidak tahu kalau tanpa dia tanah akan berceceran. Dahulu tanah tidak basah. Dia lembab. Lembab yang pas untuk membuat pohon tumbuh dan berkayu. Sayang, mungkin tanah ini sekarang sedang terlalu basah sehingga dia membuat kayu berjamur. Lapuk, lembab. Nutrisinya sedang parah sehingga pohon pun tidak bisa tumbuh. Ya. Harusnya dia bisa bernutrisi, bergizi. Memberi makanan untuk pohon supaya kayunya kuat. Bagaimana kayu kuat kalau tanahnya sudah mau longsor. Dia pasti pergi. Mencari tanah lain yang lebih seimbang gizinya. Yang tetap kuat menopang dan tidak membiarkan air mengalir terlalu deras sehingga jadi erosi. Atau mungkin tanah bisa menyalahkan kayu? Kenapa dia pergi. Coba kalau dia ada. Air bisa tertahan dan tanah pun tidak akan terlalu basah. Bukankah pada akhirnya mereka sama-sama membutuhkan? Lalu bagaimana tanah dapat bertahan kalau pohon berkayu itu pergi? Dia hanya bisa pasrah membiarkan air menyapunya. Membuatnya rontok dan membawanya ke antah berantah.

Jadi inilah dia. Si tanah basah yang sedang terpekur karena dirinya terserak. Berusaha mengumpulkan satu-satu bagiannya dan membuatnya menjadi padat kembali. Usaha yang sulit ditengah gempuran air yang selalu ingin menyerak, menghanyutkan. Berharap suatu hari pohon kayu kembali membantu mencegah air menyeraknya lagi. Sementara itu... si tanah basah masih tetap mengumpulkan pecahan dirinya satu satu sambil berharap pecahannya tidak ada yang terhilang. Tanah basah tau, untuk jadi utuh dia hanya perlu mengumpulkan bagian dirinya.

Kamu Ada

Sudah 3 tahun, tapi pelukmu masih seperti candu.
Ingin selalu didekap, saat sadar maupun terlelap.
Seperti ulat diselimuti kepompong hangat.
Terasa aman... nyaman.
Menghirup aroma mu yang hidup.
Bukan wangi... tidak juga bau... tapi hidup.
Aroma yang hidup.
Seperti berkata "Hai sayang, kamu tidak sendiri. Ada aku yang menemani" sambil tersenyum... hangat.
Bagiku... itu cinta.
Saat rasanya selalu terbawa.
Kala sadar atau terlelap, saat bersama atau berjarak.
Kamu selalu 'ada'.