Setelah sekian lama berada di depan komputer dan terus on line, akhirnya pukul 00.15 tadi saya memutuskan untuk mematikan notebook saya dan pergi tidur. Ritual saya sebelum tidur adalah membaca buku. Saya akan membaca buku sampai mengantuk, kemudian saya simpan buku itu, matikan lampu, dan saya tidur. Tapi ternyata saya tidak juga mengantuk, bahkan sampai bahan bacaan saya yang tebal itu selesai saya baca saya tidak juga mengantuk.
15 menit kemudian sudah banyak sekali ide-ide berkejaran dalam kepala saya. Memang benar apa yang rekan saya -yang juga kebetulan seorang motivator, Mas Dedy Dahlan- katakan, pikiran dan aktifitas tidak berjalan bersamaan. Ketika kamu melakukan sesuatu, kamu akan berhenti berpikir. Dan ketika kamu berpikir, kamu akan berhenti melakukan sesuatu. Ya kawan, berhenti untuk berpikir sama pentingnya dengan bergerak untuk mewujudkan apa yang kamu pikirkan.
Ide apa yang datang di kepala saya? Ide-ide seputar apa yang saya ingin lakukan dengan tulisan saya.
Sudah beberapa bulan terakhir saya mulai menulis tentang 'petualangan' panjang yang sedang kami -ITB Choir- jalani. Saya sudah tahu akan saya beri judul apa nanti, saya sudah mulai terpikir struktur bukunya akan seperti apa nanti, dan saya sudah mulai menulis pecahan-pecahan ceritanya. Tidak dipungkiri saya terinspirasi dari buku-buku perjalanan karya penulis lain. Tapi tentu saja pendekatan ceritanya akan berbeda. Karenanya juga saya tidak mau dicap ikut-ikutan, tapi saya akui karya lain menginspirasi saya untuk bercerita lebih lagi mengenai 'petualangan' kami.
Tidak semudah itu lho ternyata kawan-kawan merangkai tiap pecahan cerita yang dipadukan dengan pesan yang ingin saya sampaikan. Ketika sisi yang satu menginginkan keteraturan sebuah narasi dan alur berdasarkan waktu, sedangkan sisi yang lain ingin sekali memadukan beberapa kejadian menjadi suatu pesan. Sehingga akhirnya saya menemukan gambaran struktur yang ingin saya buat.
Lalu apa sih yang ingin saya ceritakan? Banyak! Karena apa yang saya ceritakan merupakan petualangan yang sebenarnya dimulai 6 tahun lalu ketika kami berusaha keras untuk mewujudkan mimpi ini untuk pertama kalinya. Tentu saja petualangan kami tahun ini akan menjadi yang terbesar dari yang pernah kami jalani. Mungkin baru kami paduan suara dari Indonesia yang sebegitu beraninya membuat program tur sepadat itu.
Saya tekankan lagi… paduan suara yang berani! Bukan paduan suara yang nekat. Walau tipis, bagi saya ada batasan jelas antara berani dan nekat. Nekat itu bagaikan kamu meloncat dari pinggir jurang tanpa melihat-lihat di bawah ada apa dan pasrah saja, sedangkan berani itu saat kamu meloncat dari pinggir jurang tapi kamu tahu tidak jauh di bawah ada pijakan yang walau susah, tapi akan dapat kamu capai. Kamu hanya tinggal menghitung jarak ke pijakan itu dan kira-kira seberapa besar tolakan yang kamu perlukan.
Ya! Jadwal kami padat. Kami tahu dan kami menyadarinya dan kami mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari.
Mungkin itu kawan salah satu yang ingin saya ceritakan. Bahwa yang kami lakukan disana bukanlah jalan-jalan. Dipikir-pikir memang lucu juga… ketika yang lain meminimalisir tidur agar dapat jalan-jalan, kami harus meminimalisir jalan-jalan agar dapat tidur cukup. Padahal kami sedang di Eropa! Hahaha!
Ya! Kami sadar kami disana membawa beban. Beban yang memang kami ciptakan sendiri (karena kami yang punya ide untuk acara ini toh :)). Apa yang ingin kami capai disana bukan hanya untuk kebanggaan kami, tapi ini adalah suatu kesempatan untuk kami mengukir bakti bagi Ibu Pertiwi. Bahkan mungkin ini adalah satu-satunya kesempatan dalam hidup kami.
Ketika kami ingin sekali, dengan segala tehnik menyanyi yang kami pelajari, mengumandangkan Indonesia Raya dan mengibarkan sang Saka di tanah Eropa. Ketika tangan kanan bergerak ke pelipis dan menghaturkan hormat pada Dwiwarna. Ketika rasa terlalu penuh dan hanya hati yang dapat melantunkan syukur…
Mohon doa agar kami dapat memberikan yang terbaik bagi Pertiwi
Untuk Tuhan, Bangsa, dan almamater
15 menit kemudian sudah banyak sekali ide-ide berkejaran dalam kepala saya. Memang benar apa yang rekan saya -yang juga kebetulan seorang motivator, Mas Dedy Dahlan- katakan, pikiran dan aktifitas tidak berjalan bersamaan. Ketika kamu melakukan sesuatu, kamu akan berhenti berpikir. Dan ketika kamu berpikir, kamu akan berhenti melakukan sesuatu. Ya kawan, berhenti untuk berpikir sama pentingnya dengan bergerak untuk mewujudkan apa yang kamu pikirkan.
Ide apa yang datang di kepala saya? Ide-ide seputar apa yang saya ingin lakukan dengan tulisan saya.
Sudah beberapa bulan terakhir saya mulai menulis tentang 'petualangan' panjang yang sedang kami -ITB Choir- jalani. Saya sudah tahu akan saya beri judul apa nanti, saya sudah mulai terpikir struktur bukunya akan seperti apa nanti, dan saya sudah mulai menulis pecahan-pecahan ceritanya. Tidak dipungkiri saya terinspirasi dari buku-buku perjalanan karya penulis lain. Tapi tentu saja pendekatan ceritanya akan berbeda. Karenanya juga saya tidak mau dicap ikut-ikutan, tapi saya akui karya lain menginspirasi saya untuk bercerita lebih lagi mengenai 'petualangan' kami.
Tidak semudah itu lho ternyata kawan-kawan merangkai tiap pecahan cerita yang dipadukan dengan pesan yang ingin saya sampaikan. Ketika sisi yang satu menginginkan keteraturan sebuah narasi dan alur berdasarkan waktu, sedangkan sisi yang lain ingin sekali memadukan beberapa kejadian menjadi suatu pesan. Sehingga akhirnya saya menemukan gambaran struktur yang ingin saya buat.
Lalu apa sih yang ingin saya ceritakan? Banyak! Karena apa yang saya ceritakan merupakan petualangan yang sebenarnya dimulai 6 tahun lalu ketika kami berusaha keras untuk mewujudkan mimpi ini untuk pertama kalinya. Tentu saja petualangan kami tahun ini akan menjadi yang terbesar dari yang pernah kami jalani. Mungkin baru kami paduan suara dari Indonesia yang sebegitu beraninya membuat program tur sepadat itu.
Saya tekankan lagi… paduan suara yang berani! Bukan paduan suara yang nekat. Walau tipis, bagi saya ada batasan jelas antara berani dan nekat. Nekat itu bagaikan kamu meloncat dari pinggir jurang tanpa melihat-lihat di bawah ada apa dan pasrah saja, sedangkan berani itu saat kamu meloncat dari pinggir jurang tapi kamu tahu tidak jauh di bawah ada pijakan yang walau susah, tapi akan dapat kamu capai. Kamu hanya tinggal menghitung jarak ke pijakan itu dan kira-kira seberapa besar tolakan yang kamu perlukan.
Ya! Jadwal kami padat. Kami tahu dan kami menyadarinya dan kami mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari.
Mungkin itu kawan salah satu yang ingin saya ceritakan. Bahwa yang kami lakukan disana bukanlah jalan-jalan. Dipikir-pikir memang lucu juga… ketika yang lain meminimalisir tidur agar dapat jalan-jalan, kami harus meminimalisir jalan-jalan agar dapat tidur cukup. Padahal kami sedang di Eropa! Hahaha!
Ya! Kami sadar kami disana membawa beban. Beban yang memang kami ciptakan sendiri (karena kami yang punya ide untuk acara ini toh :)). Apa yang ingin kami capai disana bukan hanya untuk kebanggaan kami, tapi ini adalah suatu kesempatan untuk kami mengukir bakti bagi Ibu Pertiwi. Bahkan mungkin ini adalah satu-satunya kesempatan dalam hidup kami.
Ketika kami ingin sekali, dengan segala tehnik menyanyi yang kami pelajari, mengumandangkan Indonesia Raya dan mengibarkan sang Saka di tanah Eropa. Ketika tangan kanan bergerak ke pelipis dan menghaturkan hormat pada Dwiwarna. Ketika rasa terlalu penuh dan hanya hati yang dapat melantunkan syukur…
Mohon doa agar kami dapat memberikan yang terbaik bagi Pertiwi
Untuk Tuhan, Bangsa, dan almamater
No comments:
Post a Comment